Biasanya ketika ada undangan walimah, aku mendoakan kedua mempelai semoga menjadi keluarga Samawa, yakni singkatan dari Sakinah, Mawaddah, Warahmah. Namun, 15 Januari 2016 lalu, aku dan suami lah yang menerima doa mulia ini. Dan sejak itulah aku lebih banyak belajar memaknai kalimat tersebut satu persatu.
Sakinah Mawaddah Warahmah ini berasal dari QS. Ar-Rum ayat 21.
“Di antara tanda-tanda (kemahaan-Nya) adalah Dia telah menciptakan dari jenismu (manusia) pasangan-pasangan agar kamu memperoleh sakiinah disisinya, dan dijadikannya di antara kamu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kemahaan-Nya) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum:21)
SAKINAH, merasa tentram. Ya benar, sadar atau tidak sadar, setelah nikah aku dan suami merasa ketenangan yang tidak bisa diungkapkan. Tidak ada lagi kekhawatiran sewaktu masih single, yakni pemikiran ‘waduh, umurku sudah 24, dan aku belum menikah’.
Kita tahu, keraguan insan yang belum menikah adalah bahwa ia takut tidak bisa menafkahi dan membahagiakan isti dan anak anaknya kelak, terutama dari segi ekonomi (versi suami). Dan sang wanita takut kalau nantinya ia tidak bisa berkarir dan bermain kesana kemari kalau sudah menikah.
Setiap orang yang akan menikah pasti mempunyai kekhawatiran, termasuk kami. Ada saja kekhawatiran apakah kelak kami bisa memenuhi semua kebutuhan rumah tangga?, Apakah kami bisa hidup susah?, Apakah suamiku nanti bisa memenuhi semua kebutuhanku?, Apakah aku akan bisa menerima suamiku dengan segala kondisi ekonominya? Akankah aku bahagia setelah menikah dengannya?. Dan masih banyak lagi pertanyaan lain yang ada di kepala dan hati.
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nisa :32)
Yakinlah, janji Allah pasti!! Allah akan membukakan pintu rezeki bagi siapapun yang menikah. Ayat diatas adalah perkataan Allah. Jika kita sebagai muslim yang percaya akan Allah dan kitabNya, jangan pernah ragukan bahwa setelah menikah kita akan Allah mampukan untuk menjalani kehidupan berumah tangga.
Intinya adalah YAKIN. Dan Pahami konsep YAKIN. Diucapkan dengan lisan, di benarkan dengan hati dan dilakukan dengan perbuatan. Banyak dari kita yang mengatakan, “Aku yakin loh kalau nikah nanti pasti ada rezeki yang Allah kasih, tapi… bla bla bla”. Itu namanya belum YAKIN. Jika kita yakin, maka kita akan, “OKE, BISMILLAH, KAMI AKAN MENIKAH”. Tidak ada lagi kalimat keraguan yang kita ucapkan.
Terbukti, dengan YAKIN, kami yang telah sepakat untuk mandiri setelah menikah, tidak pernah merasa kekurangan, semua Allah cukupkan. Yang namanya manusia, tidak ada puasnya, dan pasti ada saja merasa kurang dan belum cukup. Maka, rumusnya adalah, sabar dan syukur. InsyaAllah ketenangan akan ikut bersama kita.
Perbedaan pemuda yang sudah menikah dan belum menikah adalah dari segi ketenangan. Orang yang sudah menikah di usia muda, InsyaAllah dengan tenang ia tinggal berpikir bagaimana untuk memapankan dirinya dan keluarganya. Sedangkan orang yang belum menikah, ia harus memikirkan bagaimana memapankan dirinya sedangkan usia terus berlanjut, dan ia belum menikah juga.
MAWADDAH, Penuh Cinta. Begitu akad nikah ditunaikan, saat itu jualah tanggung jawab seorang ayah kepada anak perempuannya berpindah kepada suami. Maka, secara otomatis, bakti kita pun begitu jua. Yang sebelumnya anak perempuan harus berbakti kepada ayah, kini perkataan suamilah yang lebih utama dibandingkan perkataan orang tua.
Atas izin Allah, begitu menikah, kita pasti merasakan indahnya cinta pasangan kita yang ia berikan untuk kita. Rasa ini hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang sudah menikah. MasyaAllah, inilah kekuasaan Allah. Secara alami, naluri kita sebagai manusia yang diikat oleh ikatan akad nikah, akan muncul tanpa kita sadari. Layaknya perumpamaan yang mengatakan bahwa, “cinta itu buta, cinta itu tuli”. Sebenarnya cinta itu tidak buta apalagi tuli. Cinta yang Allah titipkan kepada kita itu sangat indah rasanya, sehingga kita tak dapat mengungkapkannya. Karena kita hanya bisa merasakan nikmatnya cinta itu.
Untuk menimbulkan rasa cinta pada suami, kita harus memahami bahwa tugas istri hanyalah satu, yakni ‘taat kepada suami’. Taat kepada suami berarti menghormati suami, melaksanakan apa yang ia perintahkan dan memahami bahwa ia adalah imam kita yang akan membawa kita ke surga kelak. Sebab, tugas suami adalah menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka. Tugas ini tidaklah mudah, namun akan terasa ringan jika istri mengindahkan semua perintah suaminya.
Jika keduanya telah mempunyai tujuan pernikahan yang sama, yakni untuk mendapatkan ridho Allah, Insyaallah, didalam melaksanakan kegiatan dan pekerjaan sehari hari, cinta lah yang akan membuat kita bertahan dan mempertahankan hubungan rumah tangga kita.
WARAHMAH, Kasih sayang/ Dirahmati Allah. Setelah menikah, susah, senang, sedih, haru, bahagia, kita jalani bersama pasangan kita. Keluarga yang dibangun dalam ikatan pernikahan adalah tanggung jawab berdua. Maha Pengasihnya Allah, setelah menikah, kita akan merasakan yang namanya khawatir jika suami pulang lama tanpa kabar, kita merasa khawatir jika istri bepergian sendirian, saling rindu jika berjauhan, saling menerima bila berbuat kesalahan, saling memberi jika membutuhkan, dan saling menguatkan jika dalam kesulitan.
Alhamdulillah, setelah menikah, aku dan suami sepakat untuk tidak tinggal dengan orang tua. Bukan takut atau bahkan tidak sayang kepada orang tua atau mertua. Justru rasa sayang kami kepada orang tua lah makanya kami tinggal jauh dari mereka. Tak ingin membuat mereka khawatir jika kelak kami hidup dalam kekurangan. Agar setiap kami pulang ke rumah orang tua, kabar bahagialah yang selalu mereka nanti dari kami.
Tinggal jauh dari orang tua membuat kami semakin saling menjaga, saling memperhatikan, saling membutuhkan, saling mengasihi, dan saling menyayangi semakin erat diantara kami.
Jangan pernah berpikir bahwa, setelah menikah, kita tak dapat lagi membahagiakan orang tua. Membahagiakan orang tua adalah kewajiban setiap anak hingga akhir hayat, bukan sampai sebelum menikah saja. Membahagiakan orang tua bukan dengan menunjukkan kesuksesan kita kepada mereka. Namun, kasih sayang dan perhatian kitalah yang mereka butuhkan. Mereka tak butuh materi, tapi mereka butuh dicinta sepenuh hati. Dan untuk yang menikah dan tinggal dengan orang tua, bukan berarti itu menjadi indikator mereka tidak mandiri atau tidak menyayangi orang tua, namun ini kembali kepada prinsip, kondisi, dan pemikiran masing masing orang berbeda. Wallahu A’lam.
Doakan kami, agar kami selalu Allah karuniai sakinah, mawaddah, wa rahmah. dan kami juga mendoakan agar pembaca yang sudah menikah juga sakinah, mawaddah, warahmah. Jika pembaca belum menikah, kami doakan agar pembaca Allah dekatkan jodohnya. Aamiin.
Sumber :
https://sitinurjannahtambunan.wordpress.com/2016/03/09/untukmu-yang-masih-ragu-untuk-menikah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar